~*~Kisah Sahabat Rasulullah SAW Shuhaib Bin Sinan (Abu Yahya) "Pedagang Yang Selalu Mendapat Laba" ~*~






~*~Kisah Sahabat Rasulullah SAW Shuhaib Bin Sinan (Abu Yahya) "Pedagang Yang Selalu Mendapat Laba" ~*~

        Ia dilahirkan dalam lingkungan kesenangan dan kemewahan. Bapaknya menjadi hakim dan walikota "Ubullah" sebagai pejabat yang di angkat oleh Kisra atau maharaja Persi. Mereka adalah orang-orang Arab yang pindak ke Irak, jauh sebelum datangnya Islam. Dan di istananya yang terletak di pinggir sungai Efrat ke arah hilir "Jazirah" dan "Mosul", anak itu (Shuhaib bin Sinan) hidup dalam keadaan senang dan bahagia.

       Pada suatu ketika, negeri itu menjadi sasaran orang-orang Romawi yang datang menyerbu dan menawan sejumlah penduduk, termasuk di antaranya Shuhaib Bin Sinan. Ia di perjual belikan oleh saudagar-saudagar budak belian, dan perkelanaannya yang panjang berakhir di kota Makkah, yakni setelah menghabiskan masa kanak-kanak dan permulaan masa remajanya di negeri Romawi, hingga lidah dan dialeknya telah menjadi lidah dan dialek Romawi.
        Majikannya tertarik akan kecerdasannya, kerajinan dan kejujurannya, hingga Shuhaib di bebaskan dan di merdekakannya, dan diberinya kesempatan untuk berniaga bersamanya.

       Maka pada suatu hari...Yah! marilah kita dengarkan cerita kawannya yang bernama 'Ammar Bin Yasir, mengisahkan peristiwa yang terjadi pada hari itu :

"Saya berjumpa dengan Shuhaib bin Sinan di muka pintu rumah Arqam, yakni ketika Rasulullah SAW sedang berada di dalamnya.
~*Hendak kemana kamu? tanya saya kepadanya.
~*Dan, kamu hendak kemana? jawabnya.
~*Saya hendak menemui Muhammad SAW untuk mendengarkan ucapannya, kata saya.
~*Saya juga hendak menjumpainya, ujarnya pula.
Demikianlah kami masuk ke dalam dan Rasulullah SAW menjelaskan tentang Aqidah Agama Islam kepada kami, setelah kami meresapi apa yang di kemukakannya kami pun menjadi pemeluknya. Kami tinggal di sana sampai petang hari. Lalu dengan sembunyi-sembunyi kami keluar meninggalkannya..."

       Jadi Shuhaib telah tahu jalan ke rumah Arqam. Artinya iatelah mengetahui jalan menuju petunjuk dan cahaya, juga ke arah pengurbanan berat dan tebusan besar...
Maka melewati pintu kayu yang memisah bagian dalam rumah arqam dari luarnya, tidak hanya melangkahi bandul pintu semata, tetapi pada hakekatnya melangkahi batas-batas alam secara keseluruhan...! Yakni alam lama dengan segala apa yang di wakilinya baik berupa keagamaan dan akhlaq, maupun berupa peraturan yang harus di langkahinya menuju alam baru dengan segala aspek dan persoalannya.

Melangkahi bandul pintu rumah Arqam yang lebarnya tidak lebih dari satu kaki, pada hakekat dan kenyataannya adalah melangkahi bahaya besar, luas dan lebar.
Maka menghampiri rintangan itu (maksudnya bandul tsb) memaklumkan datannya masa yang penuh tanggung jawab yang tidak enteng...!
Apalagi bagi fakir miskin, budak belian dan orang perantau, memasuki rumah Arqm itu artinya tidak lain dari suatu pengurbanan yang melampaui kemampuan yang lazimnya manusia.
       Sahabat kita Shuhaib adalah anak pendatang atau perantau, sedang sahabat yang berjumpa dengannya di ambang pintu rumah tadi (yakni 'Ammar Bin Yasir) adalah seorang miskin. Tetapi kenapa keduanya itu berani menghadapi bahaya, dan mengapa mereka bersiap sedia untuk menemuinya...?

       Nah!...Itulah dia panggilan iman yang tak dapat di bendung...!   Dan itulah dia pegaruh kepribadian Muhammad SAW, yang kesan-kesannya telah mengisi hati orang-orang baik dengan hidayah dan kasih sayang...!   Dan itulah dia daya pesona dari barang baru yang bersinar cemerlang, yang telah memukau akal fikiran yang muak melihat kebasian barang lama, bosan dengan kesesatan dan kepalsuannya...!
Dan di atas semua ini, itulah rahmat dari Allah Ta'ala yang di limpahkan-Nya kepada siapa saja yang di kehendaki-Nya, serta petunjuk-Nya yang di berikan kepada orang yang kembali dan menyerahkan diri kepada-Nya...Subhanallah...

       Shuhaib telah menggabungkan dirinya dengan kafilah orang-orang beriman. Bahkan ia telah membuat tempat yang luas dan tinggi dalam barisan orang-orang yang teraniaya dan tersiksa!   Begitu pula dalam barisan orang dermawan dan penanggung uang tebusan...!
Pernah diceritakan keadaan yang sebenarnya yang membuktikan rasa tanggung jawabnya yang begitu besar sebagai seorang Muslim yang telah baiat kepada Rasulullah SAW dan bernaung di bawah panji-panji Agama Islam, katanya :

~*Tiada suatu perjuangan bersenjata yang di terjuni Rasulullah, kecuali pastilah aku menyertainya...
Dan tida suatu baiat yang dijalaninya, kecuali tentulah aku menghadirinya...
Dan tiada suatu pasukan bersenjata yang di kirimnya kecuali aku termasuk sebagai anggota rombongannya...
Dan tidak pernah beliau bertempur baik di masa-masa pertama Islam atau di masa-masa akhir, kecuali aku berada di sebelah kanan atau di sebelah kirinya...
Dan kalau ada sesuatu yang di khawatirkan Kaum Muslimin di hadapan mereka pasti aku akan menyerbu paling depan, demikian pula kalau ada yang di cemaskan di belakang mereka, pasti aku akan mundur ke belakang...
Serta aku tak sudi sama sekali membiarkan Rasululllah SAW berada dalam jangkauan musuh sampai ia kembali menemui Allah SWT...!"

       Subhanallah...sungguh suatu gambaran keimanan yang istimewa dan kecintaan yang luar biasa...
Sungguh!   Shuhaib bin Sinan (Semoga Allah SWT meridhainya dan meridhai semua sahabatnya) layak untuk mendapatkan keunggulan iman ini, semenjak ia menerima cahaya Ilahi dan menaruh tangan kanannya di tangan kanan Rasulullah SAW. Mulai saat itu hubungannya dengan dunia dan sesama manusia, bahkan dengan dirinya pribadi mendapatkan corak baru. Jiwanya telah tertempa menjadi keras dan ulet, zuhud tak kenal lelah, hingga dengan bekal tersebut ia berhasil mengatasi segala macam peristiwa dan menjinakkan marabahaya...Subhanallah...

       Dan sebagaimana telah dikemukakan dulu, ia selalu menghadapi segala macam akibat dan resiko dengan keberanian luar biasa. Ia tak hendak mundur dari segala macam pertempuran atau mengucilkan diri dari bahaya, sedang kegemarannya dialihkannya dari menumpuk keuntungan kepada memikul tanggung jawab, dari menikmati kehidupan kepada mengarungi bahaya dan mencintai maut...

       Hari-hari perjuangannya yang mulia dan cintanya yang luhur itu di awali pada saat hijrahnya. Pada hari itu di tinggalkannya segala emas dan perak serta kekayaan yang diperolehnya sebagai hasil perniagaan selama berbilang tahun di Makkah. Semua kekayaan ini, yakni segala yang di milikinya, di lepaskan dalam sekejap tanpa berpikir panjang atau maju mundur.

       Ketika Rasulullah SAW hendak pergi hijrah, Shuhaib mengetahuinya, dan menurut rencana ia akan menjadi orang ketiga dalam hijrah tersebut, di samping Rasulullah SAW dan Abu Bakar...Tetapi orang-orang Quraisy telah mengatur persiapan di malam harinya untuk mencegah kepindahan Rasulullah SAW.

       Shuhaib bin Sinan terjebak dalam satu perangkap mereka, hingga terhalang untuk hijrah untuk sementara waktu, sementara Rasulullah SAW dengan sahabatnya berhasil meloloskan diri atas berkah Allah Ta'ala.

       Shuhaib berusaha menolak tuduhan Quraisy dengan jalan bersilat lidah, hingga ketika mereka lengah ia naik ke punggung untanya, lalu di pacunya hewan itu dengan sekencang-kencangnya menuju sahara luas...Tetapi pihak Quraisy mengirim pemburu-pemburu mereka untuk menyusulnya dan usaha itu hampir berhasil. Tapi ketika Shuhaib melihat dan berhadapan dengan mereka ia berseru, katanya :

"Hai orang-orang Quraisy!
Kalian semua telah mengetahui bahwa saya adalah ahli panah yang paling mahir...Demi Allah, kalian takkan berhasil mendekati diriku, sebelum saya lepaskan semua anak panah yang berada dalam kantong ini, dan setelah itu akan menggunakan pedang untuk menebas kalian, sampai senjata di tanganku habis semua!
Nah, majulah kesini kalau kalian berani...!
Tetapi kalau kalian setuju, saya akan tunjukkan tempat penyimpanan harta bendaku, asal saja kalian membiarkan daku...!
Mereka sama tertarik dengan tawaran terakhir itu, dan setuju menerima hartanya sebagai imbalan dirinya, kata mereka, 
"Memang, dahulu sewaktu kamu datang kepada kami, kau adalah seorang miskin lagi papa. Sekarang hartamu menjadi banyak di tengah-tengah kami hingga melimpah ruah. Lalu kamu hendak membawa pergi bersamamu semua harta kekayaan itu...?"

       Shuhaib menunjukkan tempat di sembunyikan hartanya itu, hingga mereka membiarkannya pergi sedang mereka kembali ke Makkah. Dan suatu hal yang aneh ialah bahwa mereka memepercayai ucapan Shuhaib bin Sinan tanpa bimbang atau bersikap waspada, hingga mereka tidak meminta suatu bukti, bahkan tidak meminta agar ia mengucapkan sumpah...!
Kenyataan ini menunujukkan tingginya kedudukan Shuhaib di mata mereka, sebagai orang yang jujur dan dapat di percaya...!   Subhanallah...

       Shuhaib melanjutkan lagi perjalanan hijrahnya seorang diri tetapi berbahagia, hingga akhirnya berhasil menyusul Rasulullah SAW di Quba. Waktu itu Rasulullah sedang duduk di kelilingi para sahabat, ketika dengan tidak di duga Shuhaib mengucapkan salamnya. Dan begitu Rasulullah melihatnya, beliau berseru dengan gembira :
"Berntung perdaganganmu, hai Abu Yahya!
Beruntung perdaganganmu, hai Abu Yahya!"

Dan ketika itu juga turunlah ayat :
"Dan di antara manusia ada yang sedia menebus dirinya demi mengharapkan keridhaan Allah, dan Allah Maha Penyantun terhadap hamba-hambanya!"
(QS.2 Al-Baqarah : 207).

       Memang...Shuhaib telah menebus dirinya yang beriman itu dengan segala harta kekayaan, ia mengumpulkan harta kekayaan itu dengan menghabiskan masa mudanya, Yah! seluruh masa mudanya...dan sedikitpun ia tidak merasa dirinya rugi!
Apa artinya harta, emas, perak, dan seluruh dunia ini, asal imannya tidak terganggu, hati nuraninya berkuasa dan kemauannya menjadi raja!...Subhanallah...

       Ia amat di sayangi oleh Rasulullah SAW. Dan di samping keshalihan dan ketaqwaannya, Shuhaib adalah seorang yang periang dan jenaka. Pada suatu hari Rasulullah SAW sedang melihat Shuhaib makan kurma dan salah satu matanya sedang bengkak. Tanya Rasulullah SAW kepadanya sambil tertawa :

"Kenapa kamu makan kurma sedang sebelah matamu bengkak?"
"Apa salahnya?" ujar Shuhaib, "...saya memakannya dengan mata yang sebelah lagi...?"  &^_^&

       Shuhaib juga seorang pemurah dan dermawan. Tunjangan yang di perolehnya dari Baitul Mal di belanjakan semuanya di jalan Allah SWT, yakni untuk membantu orang yang kemalangan dan menolong fakir miskin dalam kesengsaraan, memenuhi firman Allah Ta'ala :

"Dan di berikannya makanan yang di sukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang tawanan." (QS.76 Ad-Dahr : 8).

Sampai-sampai kemurahannya yang amat sangat itu mengundang peringatan dari Umar bin Khattab, katanya kepada Shuhaib,
"Saya melihat kamu banyak sekali mendermakan makanan hingga melewati batas...!"
Jawab Shuhaib, "Sebab saya pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda :
"Sebaik-baik kalian adalah yang suka memberi makanan."

       Dan setelah di ketahui kehidupan Shuhaib berlimpah ruah dengan keutamaan dan kebesaran, maka dipilihnya oleh Umar bin Khattab untuk menjadi imam bagi Kaum Muslimin dalam shalat mereka, merupakan suatu keistimewaan dan kecemerlangan...

       Tatkala Amirul Mukminin di serang orang sewaktu Shalat shubuh bersama Kaum Muslimin, maka disampaikannyalah pesan dan kata-kata terakhir Umar bin Khattab kepada para sahabat, katanya :
"Hendaklah Shuhaib menjadi imam Kaum Muslimin dalam shalat...!"

       Ketika itu Umar telah memilih enam orang sahabat yang di beri tugas untuk mengurus pemilihan khalifah baru. Dan Khalifah Kaum Musliminlah yang biasanya menjadi imam dan shalat-shalat mereka (heemmm...andai di negeri kita yang menjadi imamnya adalah para pejabatnya... &^_^&). Maka siapakah yang akan bertindak sebagai imam dalam saat-saat vakum antara wafatnya Amirul Mukminin dan terpilihnya khalifah baru itu?

       Tentulah Umar bin Khattab, apalagi dalam saat-saat seperti itu, yakni ketika ruhnya yang suci hendak berangkat menghadap Allah SWT, akan berfikir 1000 kali untuk menjatuhkan pilihannya itu. 

       Dan Umar bin Khattab telah memilih Shuhaib bin Sinan...
Dipilihnya untuk menjadi imam untuk Kaum Muslimin menunggu munculnya khalifah baru yang akan melaksanakan kewajiban-kewajibannya. Dan ketika ia memilihnya, bukan tidak tahu bahwa lidah Shuhaib adalah lidah asing (karena lidah dan dialek Shuhaib adalah Romawi). Maka peristiwa ini merupakan kesempurnaan karunia Allah SWT terhadap hamba-Nya yang shaleh, Shuhaib bin Sinan...Subhanallah...

&*_*&